Manusia penghuni bumi ini tentu sangat mendambakan berada
pada lokasi yang benar-benar aman dari ancaman bencana kebumian. Keinginan
tersebut, sesungguhnya dapat diwujudkan melalui usaha yang dilakukan oleh kita
sebagai pewaris bumi secara kolektif, dengan upaya perlakuan terhadap tanah,
salah satunya.
Di antara yang menjadi penyebab terjadinya bencana
kebumian, seperti longsor, banjir dan gempa, adalah kondisi tanah yang labil.
Labilnya tanah ditentukan oleh struktur, jenis, kepekatan dan komposisi tanah
tersebut.
Keadaan umum tanah suatu kawasan, selain ditentukan
oleh kehendak alam itu sendiri, sebagai anugrah Tuhan, juga dapat diusahakan
oleh penghuninya dengan berbagai rekayasa biologis alamiah pemanfaatan tanah.
Seperti penetapan dan penjagaan zona hijau melaui penghijauan (reboisasi),
pemilahan dan pemanfaatan area pemukiman, penjagaan area zona air, penetapan
hutan lindung, dan lain sebagainya.
Dalam rangka kita memproyeksikan kawasan sekitar kita
tinggal, aman dari terjangan bencana kebumian, kita awali dari area yang
terdekat dengan kita. Dari tempat tinggal kitalah hal itu mungkin dapat
diwujudkan.
Tempat tinggal, terutama rumah, seharusnya memang
didirikan di daerah yang layak untuk menjadi pemukiman, yang diatur dalam RTRW (Rencana Tata Ruang
dan Wilayah) yang ditetapkan oleh masing-masing daerah kabupaten/kota. RTRW
daerah juga harus mengacu kepada RTRW Nasional yang ditetapkan oleh pemeritah
pusat. Hal ini diatur agar sejalan dengan proses pembangunan yang berkelanjutan
dan berkesinambungan.
Penetapan RTRW sejatinya sudah melalui kajian yang mendalam
dan dapat dipertanggungjawaban, baik secara keilmuan, legalitas formal maupun
penghormatan pada kearifan lokal masing-masing. Sehingga dapat mengurangi
resiko di kemudian hari, dan meminimalisasi resistensi sosial yang mungkin akan
terjadi.
Sekali lagi, tempat tinggal berupa rumah di pemukiman
seharusnya sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Selanjutnya,
masing-masing rumah tersebut dapat melakukan upaya-upaya untuk pengaturan area
resapan pada masing-masing tepat tinggalnya.
Untuk kasus tempat tinggal di Rusun (rumah susun),
kita dapat memastikan kawasan rusun memiliki area resapan yang memadai, yang
disediakan secara terrencana oleh pengembang. Serta keberadannya dikontrol oleh
yang berwenang, untuk memastikan tidak ada alih fungsi lahan pada perkembangan
selanjutnya.
Harapan idealnya, penyediaan area resapan, sebanding
luasnya dengan lahan yang dipakai atau
ditutup oleh bangunan, jalan, atau material lainnya, dimana kondisi tanah tidak
dapat menyerap aliran air diatasnya, seperti lapangan yang ditembok, jalan
aspal atau beton, atau tertutup material lain, seperti plastik, tenda, seng,
atau lainnya.
Untuk formasi lahan pekarangan yang digunakan secara
tetap demi kenyamanan terpaksa menutup dengan material padat, maka sangat
dianjurkan tetap memberi ruang (pori-pori) tanah. Hal tersebut dapat
memanfaatkan paving blok salah satunya. Jadi, kendatipun menggunakan material
padat yang tidak menyerap air, tetap disela-selanya tersedia area resapan.
Dalam hal penyediaan area resapan tiap rumah, amat
diharapkan sejak rencana pembangunan pada denah tanah yang tersedia, menyisakan
ruang terbuka lahan yang tidak ditutupi oleh material padat, dapat berupa taman,
kebun, lapangan rumput, area pertanian, sawah, kolam, atau area hijau (hutan
kecil sekitar rumah), dan lain-lain.
Bagi rumah yang sudah menyediakan area resapan,
agaknya perlu apresiasi dari kelembagaan yang berwenang. Hal tersebut untuk
memberi penyadaran kolektif pentingnya area resapan sekitar kita.
Dengan menyediakan area resapan secara bersama-sama tiap tempat tinggal, maka kelebihan volume air yang diakibatkan oleh hujan deras, banjir kiriman, atau situasi darurat lain, akan dapat terkendali oleh area resapan yang sebanding. Pada gilirannya, kita optimis mampu mengantisipasi bencana kebumian secara global. Semoga.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar