Jumat, 22 Mei 2015
Kamis, 21 Mei 2015
Pembiayaan Efektif untuk Akselerasi Pembangunan Daerah
Pembiayaan
Efektif untuk Akselerasi Pembangunan Daerah
Oleh : Mansur Asy’arie
Tulisan ini nampaknya
serius, tetapi untuk mewujudkan pembangunan daerah, khususnya Kab. Sukabumi dan
Provinsi Jawa barat, yang baik dan benar, penulis mengajak pembaca untuk
mengenal tentang pembiayaan daerah. Diharapkan pada waktunya nanti, tergerak
hati dapat berpartisipasi aktif dalam memproyeksikan perencanaan pembangunan
daerah.
Salah satu
perbincangan dalam hubungan masyarakat dengan pemerintah adalah masalah
anggaran. Anggaran tersebut sangat berpengaruh terhadap pembangunan di daerah,
antara lain pembangunan akan berjalan efektif dan dapat dipercepat, untuk
mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Bagaimana
pengaturan pembiayaan itu dapat dilakukan, hemat penulis ada beberapa langkah
yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah, antara lain sebagai berikut:
Pertama-tama, meningkatkan kinerja aparatur
pemerintah, meliputi aspek pelayanan, innovator pembangunan dan perlindungan
masyarakat. Terutama pada indikator dari tingkat penyerapan belanja daerahnya
dalam rentang satu tahun anggaran. Selama ini, menurut Laporan Monitoring
Realisasi APBD Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah
(2014), tolok ukur untuk melihat kinerja belanja daerah seringkali lebih
didasarkan pada pendekatan tingkat penyerapan belanja. Kualitas belanja yang
baik merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam pengelolaan APBD.
Untuk mendorong tercapainya hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh
penyerapan belanja saja, tetapi juga harus didukung oleh perencanaan anggaran
yang lebih baik, penetapan anggaran yang lebih tepat waktu, dan pelaksanaan
anggaran yang lebih disiplin.
Kedua, pemberdayaan berbagai perangkat
daerah (SKPD) untuk mengimplementasikan berbagai aturan keuangan daerah yang
telah dan perlu ditetapkan, secara koordinatif dan konsultatif.
Ketiga, penetapan berbagai regulasi / aturan
keuangan yang berkeadilan. Hal ini harus tercermin pada penyusunan APBD.
Keempat, pengontrolan implementasi aturan
keuangan. Sebagaimana bahwa penyusunan APBD harus sesuai dengan peraturan
perundangan, yang memperhatikan prinsip dan kebijakan tentang anggaran.
Prinsip
Penyusunan APBD
Secara prinsip ada hal-hal yang mesti dilakukan untuk menyusun APBD, di
anataranya yaitu:
Partisipasi
Masyarakat. bahwa
pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat
mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan
hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.
Transparansi
dan Akuntabilitas Anggaran. APBD yang disusun harus dapat menyajikan
informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan,
sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara
besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu
kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, setiap pengguna anggaran harus
bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai
hasil yang ditetapkan.
Disiplin
Anggaran. Bahwa
(1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja
yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (2)
Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya
penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan
yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam
APBD/Perubahan APBD; (3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui
rekening kas umum daerah.
Keadilan
Anggaran. Pajak
daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada
masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan untuk membayar. Masyarakat yang
memiliki kemampuan pendapatan rendah secara proporsional diberi beban
yang sama, sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi
diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut
pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional guna
menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain daripada itu dalam mengalokasikan
belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian
pelayanan.
Efisiensi
dan Efektivitas Anggaran. Dana
yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan
masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan
efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1)
penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator
kinerja yang ingin dicapai; (2) penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan
beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
Taat
Azas. APBD sebagai
kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah didalam penyusunannya
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya.
Pada tataran
kebijakan Penyusunan APBD juga ada baiknya mempertimbangkan situasi lokal daerah
(potensi dan kerawananannya).
Pendapatan
Daerah
Pendapatan daerah
meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah
ekuitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun
anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Sehubungan dengan hal
tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan
yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
Hal ini bukan sesuatu yang mutlak dan tetap memerlukan perubahan kea rah yang
lebihbaik, sebagaimana diamanatkan berbagai aturan tersebut, juga dilansir oleh
Devas (1987), juga M. Ikhsan (2014), antara lain pokok-pokoknya sebagai
berikut:
1)
Pendapatan Asli Daerah.
- Upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah, agar tidak menetapkan kebijakan pemerintahan daerah yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Antara lain melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, law enforcement dalam upaya membangun ketaatan wajib pajak dan wajib retribusi daerah, serta peningkatan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi, yang dibarengi dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan dengan biaya murah. Seperti kebijakan yang modifikasi, misalnya dengan pengurangan atau cara lainnya bagi yang melakukan dengan dobel pengeluaran, seperti untuk orang Islam adanya zakat, dapat menerapkan berbagai kemudahan dan pengurangan terhadap pajak, misalnya.
- Pemungutan pajak daerah dapat diberikan biaya pemungutan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari realisasi penerimaan pajak daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sebagaimana diamanatkan Pasal 76 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
- Upaya peningkatan penerimaan bagian laba/deviden atas penyertaan nodal atau investasi daerah lainnya, yang dapat ditempuh melalui inventarisasi dan menata serta mengevaluasi nilai kekayaan daerah yang dipisahkan baik dalam bentuk uang maupun barang sebagal penyertaan modal (investasi daerah).
- Upaya peningkatan PAD pemerintah daerah supaya mendayagunakan kekayaan daerah yang belum dipisahkan dan belum dimanfaatkan untuk dikelola atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga, sehingga menghasilkan pendapatan, yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
- Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat dari penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagal akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil penggunaan kekayaaan daerah merupakan pendapatan daerah.
2)
Dana Perimbangan
Masa peralihan, sambil
menunggu penetapan pagu dana perimbangan tahun anggaran berjalan, pemerintah
daerah dapat menggunakan pagu definitif Dana Perimbangan Tahun Anggaran
sebelumnya, yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAN),
Dana Bagi Hasil (DBH) ditampung di dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran
berlangsung.
3)
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
1)
Dana darurat yang diterima dari pemerintah dan bantuan uang dan barang dari
badan/lembaga tertentu untuk penanggulangan bencana alam yang disalurkan
melalui pemerintah daerah dianggarkan pada lain-lain pendapatan daerah yang
sah.
2)
Hibah yang diterima baik berupa uang maupun barang dan/atau jasa yang
dianggarkan dalam APBD harus didasarkan atas naskah perjanjian hibah daerah dan
mendapat persetujuan DPRD. Penerimaan hibah yang berupa barang agar
mempertimbangkan nilai manfaatnya sehingga dapat memberi manfaat yang optimal
dan tidak membebani belanja daerah di kemudian hari.
1)
Sumbangan yang diterima dari organisasl/ lembaga tertentu/ perorangan atau
pihak ketiga, yang tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran maupun pengurangan
kewajiban pihak ketiga/pemberi sumbangan diatur dalam peraturan daerah.
2)
lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah termasuk dana penyesuaian dan
dana otonomi khusus dianggarkan pada lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Belanja
Daerah
Belanja daerah
yang dianggarkan dalam APBD, supaya mempedomani hal-hal sebagai berikut :
1)
Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi atau Kabupaten/Kota yang terdiri dari urusan wajib
dan urusan pilihan, yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
2)
Belanja dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib digunakan untuk melindungi
dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban
daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan,
kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan
sistem jaminan sosial.
3)
Belanja daerah disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang berorientasi
pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan. Hal tersebut bertujuan
untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran serta memperjelas
efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran.
4)
Penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektivitas
pelaksanaan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam rangka
melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi tanggung jawabnya.
Peningkatan alokasi anggaran belanja yang direncanakan oleh setiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah harus terukur yang diikuti dengan peningkatan kinerja
pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
5)
Penggunaan dana perimbangan agar diprioritaskan untuk kebutuhan sebagai berikut
:
- Penerimaan dana bagi hasil pajak supaya diprioritaskan untuk mendanai perbaikan lingkungan pemukiman diperkotaan dan diperdesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan dan jembatan;
- Penerimaan dana bagi hasil sumber daya alam agar diutamakan pengalokasiannya untuk mendanai pelestarian lingkungan areal pertambangan, perbaikan dan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan peraturan perundang-undangan;
- Dana alokasi umum agar diprioritaskan penggunaannya untuk mendanai gaji dan tunjangan pegawai, kesejahteraan pegawai, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta pembangunan fisik sarana dan prasarana dalam rangka peningkatan pelayanan dasar dan pelayanan umum yang dibutuhkan masyarakat;
Tetapi
berdasarkan hasil penelitian Lis Elfianti (2011) tentang realitas pengelolaan
APBD pada Kabupaten Sijunjung, didapatkan beberapa kesimpulan, bahwa Pertama,
pengelolaaan potensi dan penerapan strategi pengelolaan pajak dan retribusi
daerah, ditemukan masih banyaknya kendala di lapangan.
Kedua, Setelah dianalisis ternyata
ditemukan tiga penyebab belum optimalnya pengelolaan Potensi Pajak, Retribusi
Daerah dan Pendapatan Asli Daerah, potensi pajak dan retribusi yaitu:
1)
belum tersedianya data basis objek, potensi dan pemetaan Pajak, dan Retribusi
Daerah, karenanya besaran pajak dan retribusi, proses pengenaannya belum
berdasarkan data potensi yang seharusnya dapat terealisasi,
2)
Bahwa ada pengaruh besar sektor aktivitas ekonomi yang berbasis wilayah (daerah
tertentu) terhadap APBD,
3)
Pengaruh kinerja Ekonomi yang mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Namun,
jika pajak dan retribusi tidak ditingkatkan melalui pemberdayaan pemberdayaan
aktifitas perekonomian masyarakat, maka pajak dan retribusi akan merupakan
pengalihan beban dari pemerintah kepada masyarakat dengan cara tidak adil, pada
gilirannya mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat.
Ketiga, Strategi dan kebijakan yang direkomendasi
guna optimalisasi Keuangan Daerah, yang tercermin pada APBD, melalui :
1.
Ekstensifikasi
sumber-sumber penerimaan daerah
2.
Perubahan
Struktur Ekonomi Daerah
3.
Intensifikasi
sumber-sumber penerimaan yang sudah ada,
4.
Memanfaatkan
Peluang dan mendayagunakannya untuk memajukan sistim agribisnis dengan sektor
agroindustri sebagai komponen penerimaan Pajak dan retribusi Daerah
5.
Peningkatan
Kemampuan mengelola`Dinamika perekonomian dan Pendapatan Asli Daerah.
Selain itu, dalam
rangka optimalisasi peran pemerintah daerah terhadap APBD dalam rangka
mensejahterakan masyarakat maka perlu diambil beberapa tindakan, antara lain:
1.
Untuk
meningkatkan SDM pengelola PAD, dalam rangka meningkatkan PAD, haruslah merubah
akuntabilitas birokrasi. Dengan menerapkan pertanggung jawaban ganda kepada
setiap pegawai, sehingga akan lahir inovasi dan kreativitas dalam meningkatkan
PAD. Indikator pencapaian kinerja tidak hanya didasarkan kepada realisasi dari
target PAD yang tetapkan, tetapi dengan menciptakan indikator lain misalnya
bagaimana menciptakan kemandirian daerah dalam membiayai sendiri biaya
aparaturnya sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban publik. Sehingga gaji
atau biaya aparatur dapat dibiayai dari PAD bukan mengharapkan bantuan DAU atau
DAK.
2.
Perlu
digagas investasi yang akan menciptakan sumber penerimaan pajak dan retribusi
yang baru, seperti dengan memanfaatkan berbagai potensi pertambangan dan atau
pertanian di berbagai daerah sesuai dengan karakter daerah masing-masing.
3.
Mengkaji
kembali ketentuan tarif pajak dan retribusi pada sejumlah Peraturan Daerah dan
Peraturan Bupati yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi perekonomian saat
ini,
4.
Produktivitas
daerah perlu ditingkatkan, agar regulasi untuk meningkatkan kedisiplinan
pegawai melalui imbalan ekstrinsik berupa penghargaan kepada pegawai yang
berprestasi baik, dan hukuman bagi pegawai yang berprestasi buruk. Ditopang
oleh peningkatan peran pengawasaan dari masing–masing atasan langsung pegawai
dan perbaikan metode promosi dan jenjang karir dengan prinsip objektivitas dan
berkeadilan. Sekaligus, mengatasi lemahnya kinerja birokrasi dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dampak dari faktor akuntabilitas dan besarnya
biaya kerja aparatur.
Referensi
:
Devas, Nick. Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1989.
Lis Elfianti. Potensi
dan Strategi Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Studi Kasus di Kabupaten
Sijunjung. Thesis. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammad Yamin Solok. 2011.
M. Ikhsan. Buku
Materi Pokok Administrasi Keuangan Publik. Edisi Kedua. Universitas
Terbuka. Tangerang Selatan. 2014.
Direktur Evaluasi
Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah. Laporan Monitoring Realisasi APBD
dan Dana Idle Tahun 2014 Triwulan I. Jakarta. 2014.
Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007.
Langganan:
Postingan (Atom)