Kamis, 21 Mei 2015

Pembiayaan Efektif untuk Akselerasi Pembangunan Daerah



Pembiayaan Efektif untuk Akselerasi Pembangunan Daerah
Oleh : Mansur Asy’arie

Tulisan ini nampaknya serius, tetapi untuk mewujudkan pembangunan daerah, khususnya Kab. Sukabumi dan Provinsi Jawa barat, yang baik dan benar, penulis mengajak pembaca untuk mengenal tentang pembiayaan daerah. Diharapkan pada waktunya nanti, tergerak hati dapat berpartisipasi aktif dalam memproyeksikan perencanaan pembangunan daerah.
Salah satu perbincangan dalam hubungan masyarakat dengan pemerintah adalah masalah anggaran. Anggaran tersebut sangat berpengaruh terhadap pembangunan di daerah, antara lain pembangunan akan berjalan efektif dan dapat dipercepat, untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Bagaimana pengaturan pembiayaan itu dapat dilakukan, hemat penulis ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah, antara lain sebagai berikut:
Pertama-tama, meningkatkan kinerja aparatur pemerintah, meliputi aspek pelayanan, innovator pembangunan dan perlindungan masyarakat. Terutama pada indikator dari tingkat penyerapan belanja daerahnya dalam rentang satu tahun anggaran. Selama ini, menurut Laporan Monitoring Realisasi APBD Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah (2014), tolok ukur untuk melihat kinerja belanja daerah seringkali lebih didasarkan pada pendekatan tingkat penyerapan belanja. Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam pengelolaan APBD. Untuk mendorong tercapainya hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh penyerapan belanja saja, tetapi juga harus didukung oleh perencanaan anggaran yang lebih baik, penetapan anggaran yang lebih tepat waktu, dan pelaksanaan anggaran yang lebih disiplin.
Kedua, pemberdayaan berbagai perangkat daerah (SKPD) untuk mengimplementasikan berbagai aturan keuangan daerah yang telah dan perlu ditetapkan, secara koordinatif dan konsultatif.
Ketiga, penetapan berbagai regulasi / aturan keuangan yang berkeadilan. Hal ini harus tercermin pada penyusunan APBD.
Keempat, pengontrolan implementasi aturan keuangan. Sebagaimana bahwa penyusunan APBD harus sesuai dengan peraturan perundangan, yang memperhatikan prinsip dan kebijakan tentang anggaran.
Prinsip Penyusunan APBD
Secara prinsip ada hal-hal yang mesti dilakukan untuk menyusun APBD, di anataranya yaitu:
Partisipasi Masyarakat. bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.
Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran. APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.
Disiplin Anggaran. Bahwa (1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (2) Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD; (3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah.
Keadilan Anggaran. Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan untuk membayar. Masyarakat yang memiliki kemampuan pendapatan rendah secara proporsional  diberi beban yang sama, sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional guna menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain daripada itu dalam mengalokasikan belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan.
Efisiensi dan Efektivitas Anggaran. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
Taat Azas. APBD sebagai kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah didalam penyusunannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya.
Pada tataran kebijakan Penyusunan APBD juga ada baiknya mempertimbangkan situasi lokal daerah (potensi dan kerawananannya).
Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Hal ini bukan sesuatu yang mutlak dan tetap memerlukan perubahan kea rah yang lebihbaik, sebagaimana diamanatkan berbagai aturan tersebut, juga dilansir oleh Devas (1987),  juga M. Ikhsan (2014), antara lain pokok-pokoknya sebagai berikut:
1) Pendapatan Asli Daerah.  
  • Upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah, agar  tidak menetapkan kebijakan pemerintahan daerah yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Antara lain melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, law enforcement dalam upaya membangun ketaatan wajib pajak dan wajib retribusi daerah, serta peningkatan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi, yang dibarengi dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan dengan biaya murah. Seperti kebijakan yang modifikasi, misalnya dengan pengurangan atau cara lainnya bagi yang melakukan dengan dobel pengeluaran, seperti untuk orang Islam adanya zakat, dapat menerapkan berbagai kemudahan dan pengurangan terhadap pajak, misalnya.
  • Pemungutan pajak daerah dapat diberikan biaya pemungutan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari realisasi penerimaan pajak daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sebagaimana diamanatkan Pasal 76 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
  • Upaya peningkatan penerimaan bagian laba/deviden atas penyertaan nodal atau investasi daerah lainnya, yang dapat ditempuh melalui inventarisasi dan menata serta mengevaluasi nilai kekayaan daerah yang dipisahkan baik dalam bentuk uang maupun barang sebagal penyertaan modal (investasi daerah).
  • Upaya peningkatan PAD pemerintah daerah supaya mendayagunakan kekayaan daerah yang belum dipisahkan dan belum dimanfaatkan untuk dikelola atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga, sehingga menghasilkan pendapatan, yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
  • Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat dari penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagal akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil penggunaan kekayaaan daerah merupakan pendapatan daerah.
2) Dana Perimbangan
Masa peralihan, sambil menunggu penetapan pagu dana perimbangan tahun anggaran berjalan, pemerintah daerah dapat menggunakan pagu definitif Dana Perimbangan Tahun Anggaran sebelumnya, yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAN), Dana Bagi Hasil (DBH) ditampung di dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran berlangsung.
3) Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
1)      Dana darurat yang diterima dari pemerintah dan bantuan uang dan barang dari badan/lembaga tertentu untuk penanggulangan bencana alam yang disalurkan melalui pemerintah daerah dianggarkan pada lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2)      Hibah yang diterima baik berupa uang maupun barang dan/atau jasa yang dianggarkan dalam APBD harus didasarkan atas naskah perjanjian hibah daerah dan mendapat persetujuan DPRD. Penerimaan hibah yang berupa barang agar mempertimbangkan nilai manfaatnya sehingga dapat memberi manfaat yang optimal dan tidak membebani belanja daerah di kemudian hari.
1)      Sumbangan yang diterima dari organisasl/ lembaga tertentu/ perorangan atau pihak ketiga, yang tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran maupun pengurangan kewajiban pihak ketiga/pemberi sumbangan diatur dalam peraturan daerah.
2)      lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah termasuk dana penyesuaian dan dana otonomi khusus dianggarkan pada lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Belanja Daerah
Belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD, supaya mempedomani hal-hal sebagai berikut :
1)      Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau Kabupaten/Kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
2)      Belanja dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
3)      Belanja daerah disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran serta memperjelas efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran.
4)      Penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi tanggung jawabnya. Peningkatan alokasi anggaran belanja yang direncanakan oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah harus terukur yang diikuti dengan peningkatan kinerja pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
5)      Penggunaan dana perimbangan agar diprioritaskan untuk kebutuhan sebagai berikut :
  • Penerimaan dana bagi hasil pajak supaya diprioritaskan untuk mendanai perbaikan lingkungan pemukiman diperkotaan dan diperdesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan dan jembatan;
  • Penerimaan dana bagi hasil sumber daya alam agar diutamakan  pengalokasiannya untuk mendanai pelestarian lingkungan areal pertambangan, perbaikan dan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan peraturan perundang-undangan;
  • Dana alokasi umum agar diprioritaskan penggunaannya untuk mendanai gaji dan tunjangan pegawai, kesejahteraan pegawai, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta pembangunan fisik sarana dan prasarana dalam rangka peningkatan pelayanan dasar dan pelayanan umum yang dibutuhkan masyarakat;
Tetapi berdasarkan hasil penelitian Lis Elfianti (2011) tentang realitas pengelolaan APBD pada Kabupaten Sijunjung, didapatkan beberapa kesimpulan, bahwa Pertama, pengelolaaan potensi dan penerapan strategi pengelolaan pajak dan retribusi daerah, ditemukan masih banyaknya kendala di lapangan.
Kedua, Setelah dianalisis ternyata ditemukan tiga penyebab belum optimalnya pengelolaan Potensi Pajak, Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah, potensi pajak dan retribusi yaitu:
1)      belum tersedianya data basis objek, potensi dan pemetaan Pajak, dan Retribusi Daerah, karenanya besaran pajak dan retribusi, proses pengenaannya belum berdasarkan data potensi yang seharusnya dapat terealisasi,
2)      Bahwa ada pengaruh besar sektor aktivitas ekonomi yang berbasis wilayah (daerah tertentu) terhadap APBD,
3)      Pengaruh kinerja Ekonomi yang mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Namun, jika pajak dan retribusi tidak ditingkatkan melalui pemberdayaan pemberdayaan aktifitas perekonomian masyarakat, maka pajak dan retribusi akan merupakan pengalihan beban dari pemerintah kepada masyarakat dengan cara tidak adil, pada gilirannya mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat.
Ketiga, Strategi dan kebijakan yang direkomendasi guna optimalisasi Keuangan Daerah, yang tercermin pada APBD, melalui :
1.     Ekstensifikasi sumber-sumber penerimaan daerah
2.     Perubahan Struktur Ekonomi Daerah
3.     Intensifikasi sumber-sumber penerimaan yang sudah ada,
4.     Memanfaatkan Peluang dan mendayagunakannya untuk memajukan sistim agribisnis dengan sektor agroindustri sebagai komponen penerimaan Pajak dan retribusi Daerah
5.     Peningkatan Kemampuan mengelola`Dinamika perekonomian dan Pendapatan Asli Daerah.
Selain itu, dalam rangka optimalisasi peran pemerintah daerah terhadap APBD dalam rangka mensejahterakan masyarakat maka perlu diambil beberapa tindakan, antara lain:
1.     Untuk meningkatkan SDM pengelola PAD, dalam rangka meningkatkan PAD, haruslah merubah akuntabilitas birokrasi. Dengan menerapkan pertanggung jawaban ganda kepada setiap pegawai, sehingga akan lahir inovasi dan kreativitas dalam meningkatkan PAD. Indikator pencapaian kinerja tidak hanya didasarkan kepada realisasi dari target PAD yang tetapkan, tetapi dengan menciptakan indikator lain misalnya bagaimana menciptakan kemandirian daerah dalam membiayai sendiri biaya aparaturnya sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban publik. Sehingga gaji atau biaya aparatur dapat dibiayai dari PAD bukan mengharapkan bantuan DAU atau DAK.
2.     Perlu digagas investasi yang akan menciptakan sumber penerimaan pajak dan retribusi yang baru, seperti dengan memanfaatkan berbagai potensi pertambangan dan atau pertanian di berbagai daerah sesuai dengan karakter daerah masing-masing.
3.     Mengkaji kembali ketentuan tarif pajak dan retribusi pada sejumlah Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi perekonomian saat ini,
4.     Produktivitas daerah perlu ditingkatkan, agar regulasi untuk meningkatkan kedisiplinan pegawai melalui imbalan ekstrinsik berupa penghargaan kepada pegawai yang berprestasi baik, dan hukuman bagi pegawai yang berprestasi buruk. Ditopang oleh peningkatan peran pengawasaan dari masing–masing atasan langsung pegawai dan perbaikan metode promosi dan jenjang karir dengan prinsip objektivitas dan berkeadilan. Sekaligus, mengatasi lemahnya kinerja birokrasi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dampak dari faktor akuntabilitas dan besarnya biaya kerja aparatur.

Referensi :
Devas, Nick. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1989.
Lis Elfianti. Potensi dan Strategi Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Studi Kasus di Kabupaten Sijunjung. Thesis. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammad Yamin Solok. 2011.
M. Ikhsan. Buku Materi Pokok Administrasi Keuangan Publik. Edisi Kedua. Universitas Terbuka. Tangerang Selatan. 2014.
Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah. Laporan Monitoring Realisasi APBD dan Dana Idle Tahun 2014 Triwulan I. Jakarta. 2014.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007.

Jumat, 27 Maret 2015